BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Organisasi Konferensi Islam (OKI)
merupakan organisasi internasional non militer yang didirikan di Rabat,Maroko
pada tanggal 25 September 1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al
Aqsha yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus 1969
telah menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dari kalangan umat Islam. Saat
itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir dan menggalang
kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap dalam rangka mengusahakan
pembebasan Al Quds.
Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab
Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan Panitia Persiapan yang terdiri
dari Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan Maroko,
terselenggara Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam yang pertama pada tanggal
22-25 September 1969 di Rabat, Maroko.
Konferensi ini merupakan titik awal
bagi pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Secara
umum latar belakang terbentuknya
OKI sebagai berikut :
·
Tahun
1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu
timbul suatu ide untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah
internasional.
·
Tahun
1965 : Diselenggarakan Sidang Liga Arab sedunia di Jeddah
Saudi Arabia yang mencetuskan ide untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu
kekuatan yang menonjol dan untuk
menggalang solidaritas Islamiyah dalam usaha melindungi umat Islam dari
zionisme khususnya.
·
Tahun
1967 : Pecah Perang Timur Tengah melawan Israel. Oleh
karenanya solidaritas Islam di negara-negara Timur Tengah meningkat.
·
Tahun
1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke beberapa negara Islam
dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk suatu Organisasi Islam
Internasional.
·
Tahun
1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak Mesjid Al Agsha.
Peristiwa tersebut menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis
Israel.
Seperti telah disebutkan diatas,
Tanggal 22-25 September 1969 diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk membicarakan pembebasan kota
Jerusalem dan Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah OKI
berdiri.
B. Tujuan dan Prinsip Organisasi
1. Tujuan Organisasi
Secara umum tujuan didirikannya
organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama sumber daya dunia Islam
dalam mempromosikan kepentingan mereka dan mengkonsolidasikan segenap upaya
negara tersebut untuk berbicara dalam satu bahasa yang sama guna memajukan
perdamaian dan keamanan dunia muslim. Secara khusus, OKI bertujuan pula untuk memperkokoh
solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat kerjasama dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM)
III OKI bulan February 1972, telah diadopsi piagam organisasi yang berisi
tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :
a.
Memperkuat/memperkokoh :
1). solidaritas diantara negara anggota;
2). kerjasama dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
3). perjuangan umat muslim untuk
melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak- haknya.
b.
Aksi bersama untuk :
1). melindungi tempat-tempat suci umat
Islam;
2). memberi semangat dan dukungan kepada
rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan kebebasan mendiami daerahnya.
c.
Bekerjasama untuk :
1). menentang diskriminasi rasial dan
segala bentuk penjajahan;
2). menciptakan suasana yang
menguntungkan dan saling pengertian diantara negara anggota dan negara-negara
lain.
2. Prinsip
Organisasi
Untuk mencapai tujuan diatas,
negara-negara anggota menetapkan 5 prinsip, yaitu :
Persamaan
mutlak antara negara-negara anggota
Menghormati
hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan atas urusan dalam negeri
negara lain.
Menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan
integritas wilayah setiap negara.
Penyelesaian
setiap sengketa yang mungkin timbul melalui cara-cara damai seperti
perundingan, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
Abstein dari ancaman atau penggunaan
kekerasan terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional atau kemerdekaan
politik sesuatu negara.
C. NEGARA ANGGOTA
Kini OKI memiliki 57 negara
anggota serta sejumlah negara pengamat, antara lain Bosnia Herzegovina,
Republik Afrika Tengah, Pantai Gading dan Thailand. Daftar selengkapnya negara
anggota OKI dan tahun bergabungnya dapat dilihat pada lampiran 2.
BAB II
STRUKTUR
ORGANISASI OKI
A. BADAN-BADAN
UTAMA
1.
Konferensi
Para Raja dan Kepala Negara/ Pemerintah
Konferensi para Raja dan Kepala
Negara/Pemerintahan merupakan badan otoritas tertinggi dalam organisasi. Semula
badan tersebut mengadakan sidangnya apabila kepentingan umat Islam memandang
perlu untuk mengkaji dan mengkoordinasikan kebijaksanaan mengenai
masalah-masalah yang menyangkut kepentingan dunia Islam. Tetapi pada KTT III
OKI di Mekkah, bulan Januari 1981, ditetapkan bahwa KTT diadakan sekali dalam
tiga tahun untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan diambil OKI.
Semenjak kelahirannya, OKI telah
menyelenggarakan 10 (sepuluh) kali KTT, yaitu:
KTT
I : Rabat,
Maroko, 22-25 September 1969
KTT
II : Lahore,
Pakistan, 22-24 February 1974
KTT
III : Mekkah,
Saudi Arabia, 25-28 January 1981
KTT
IV : Casablanca,
Maroko, 16-19 January 1984
KTT
V : Kuwait,
26-29 January 1987
KTT
VI : Dakar,
Senegal, 9-11 Desember 1991.
KTT
VII : Casablanca,
Maroko, 13-15 Desember 1994
KTT
VIII : Teheran, Iran, 9-11 Desember
1997.
KTT
IX : Doha,
Qatar, 12-13 November 2000
KTT
X : Kuala
Lumpur, Malaysia, 16-17 Oktober 2003
2. Konferensi Para Menteri Luar Negeri
Dalam Article V Piagam OKI disebutkan
bahwa Konferensi Para Menteri Luar Negeri (KTM) diadakan sekali dalam setahun
bertempat disalah satu negara anggota.
Pertemuan yang dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri tersebut akan
memeriksa dan menguji "progress
report" dari implementasi atas
keputusan-keputusan dari kebijakan yang diambil
pada pertemuan puncak.
KTM Luar Biasa dapat diadakan
atas permintaan satu atau beberapa negara anggota atau diminta oleh Sekretaris
Jenderal dengan persetujuan mayoritas dua per tiga negara anggota. KTM berhak
pula meminta disidangkannya Konferensi Tingkat Tinggi.
Sampai saat ini telah dilangsungkan 30
kali KTM dengan negara penyelenggara (tuan rumah) sebagai berikut :
KTM
I : Jeddah,
Saudi Arabia, Maret 1970
KTM
II : Karachi,
Pakistan, Desember 1971
KTM
III : Jeddah,
Saudi Arabia, February – Maret 1972
KTM
IV : Bengazi,
Libya, 24-26 Maret 1973
KTM
V : Kuala
Lumpur, Malaysia, 21-25 Juni 1974
KTM
VI : Jeddah,
Saudi Arabia, 12-17 Juli 1975
KTM
VII : Istanbul,
Turki, 12-15 Mei 1976
KTM
VIII : Tripoli, Libya, 16-22 Mei 1977
KTM
IX : Dakar, Senegal, 24-28 April 1978
KTM
X : Fez, Maroko, Mei 8-12 Mei 1979
KTM
XI : Islamabad, Pakistan, 17-22 Mei
1980
KTM
XII : Baghdad,
Irak, 1-5 Juni 1981
KTM
XIII : Niamey, Nigeria, 22-26 Agustus
1982
KTM
XIV : Dhaka, Bangladesh, 6-11 Desember 1983
KTM
XV : Sana'a,
Yaman Utara, 18-22 Desember 1984
KTM
XVI : Fez, Maroko, 6-10 Januari 1986
KTM
XVII : Amman, Jordania, 21-25 Maret 1988
KTM
XVIII : Riyadh, Saudi Arabia, 13-16 Maret 1989
KTM
XIX : Kairo, Mesir, 31 Juli – 5 Agustus 1990
KTM
XX : Istanbul,
Turki, 4-8 Agustus 1991
KTM
XXI : Karachi, Pakistan, 25-29 April 1993
KTM
XXII : Casablanca, Maroko, 10-12 Desember 1994
KTM
XXIII : Conakry, Guinea, 9-12 Desember 1995
KTM
XXIV : Jakarta, Indonesia, 9-13 Desember 1996
KTM
XXV : Doha, Qatar, 15-17 Maret 1998
KTM
XXVI : Ouagadougou, Burkina Faso, 28 Juni – 1 Juli 1999
KTM
XXVII : Kuala Lumpur, Malaysia, 27-30 Juni 2000
KTM
XXVIII : Bamako, Mali, 25-29 Juni 2001
KTM
XXIX : Khartoum, Sudan, 25-27 Juni 2002
KTM XXX : Teheran, Iran, 28-30 Mei 2003
Sebagaimana telah menjadi
kebiasaan maka para Menteri Luar Negeri negara anggota OKI juga mengadakan
Sidang Konsultasi Tingkat Menteri di New York dalam rangka Persidangan Majelis
Umum PBB. Disamping itu ada pula Sidang-sidang KTM Luar Biasa.
3.
Sekretariat
Jenderal
Sekretariat Jenderal merupakan organ
eksekutif OKI dan dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal (Sekjen) dengan 4
(empat) orang Asisten Sekjen. Sekjen dipilih oleh KTM untuk masa jabatan 4
(empat) tahun dan tidak dapat dipilih kembali. Perubahan jabatan menjadi empat
tahun tersebut ditetapkan dalam KTT III di Mekkah tahun 1981 sedangkan
sebelumnya masa jabatan tersebut hanya untuk dua tahun saja tetapi dapat diperpanjang untuk masa tidak lebih dari dua
tahun. Sekretariat Jenderal dipercayakan mengimplementasikan
keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT dan KTM.
Secara berturut-turut, Sekretaris
Jenderal yang telah melaksanakan tugasnya sejak OKI berdiri, adalah :
Tengku
Abdul Rahman, Malaysia (1970 – 1973)
Hassan
Tuhami, Mesir (1974 – 1975)
Amadou
Karim Gaye, Senegal (1975 – 1979)
Habib
Chatty, Tunisia (1979 – 1984)
S.S.
Przada, Pakistan (1985 – 1988)
Hamid
Al Gabid, Mesir (1989 – 1996)
Azeddine
Laraki, Maroko (1997 – 2000).
Abdelouahed
Belkeziz, Maroko (2001 – sekarang)
Sekretariat Jenderal yang juga merupakan
Markas Besar OKI berkedudukan di Jeddah, Saudi Arabia.
4.
Mahkamah
Islam Internasional
Mahkamah dimaksudkan akan mempunyai
fungsi dan peranan penting sebagai badan peradilan untuk menyelesaikan sengketa
antar negara anggota secara damai. Ide pembentukan Mahkamah ini berasal dari
KTT III di Mekkah. KTT XIII di Niamey telah pula menetapkan Kuwait
sebagai tempat kedudukan Mahkamah Islam Internasional tersebut.
B. Komite
Khusus
1. Komite Al Quds
Komite ini
dikenal juga sebagai Komite Jerusalem, didirikan berdasarkan Resolusi KTM VI di
Jeddah tahun 1975. Tujuan didirikan komite ini adalah Mengkaji situasi di Al
Quds dan menindaklanjuti serta mengimplementasikan resolusi-resolusi yang
diambil OKI ataupun organisasi/forum internasional lainnya menyangkut Al Quds.
2. Komite Tetap Keuangan
Komite ini
bertugas mempersiapkan, melakukan dan melaksanakan pengawasan atas penggunaan
anggaran Sekretariat Jenderal. Oleh karenanya anggota Komite Tetap Keuangan
adalah semua negara anggota OKI.
3. Komite Tetap mengenai soal-soal
Penerangan dan Kebudayaan
4. Komite Tetap untuk Ekonomi dan
Kerjasama Perdagangan
5. Komite Tetap untuk Kerjasama
Pengetahuan dan Teknologi
6. Komite Perdamaian Islam
7. Komite Tetap untuk Bidang Informasi dan Kebudayaan
8. Badan Pengawas Keuangan
9. Selain Komite yang disebut diatas
terdapat pula Komite khusus seperti Komite mengenai Afghanistan; Komite untuk
Afrika Selatan dan Namibia; Komite Solidaritas Islam dengan Rakyat Sahel;
Komite mengenai Situasi Muslim di Philipina serta Komite mengenai Palestina.
C. BADAN-BADAN SUBSIDER
Ankara
Centre (The Statistical Economic and
Social, Researh and Training Center for Islamic Countries – SESRTCIC)
Merupakan
pusat latihan dan riset statistik, ekonomi dan sosial. Badan ini berpusat di
Ankara, Turki.
Dhaka
Centre (The Islamic Centre for Technical
and Vocational Training and Research - ICTVTR)
Merupakan
pusat riset dan latihan teknik serta kejuruan Islam dan berpusat di Dhaka,
Bangladesh.
Casablanca
Centre (The Islamic Centre for Trade and
the Development – ICDT)
Merupakan
pusat pengembangan perdagangan Islam dan berpusat di Casablanca, Maroko.
The Al Quds
(Jerusalem) Fund and its Waqf, Jeddah
The Islamic
Solidarity Fund and its Wagq, Jeddah.
The Researh
Centre for Islamic History Art and Culture, Istanbul.
The Islamic
Foundation of Science, Technology and Development, Jeddah.
The Islamic Fiqh
Academy
The International
Commission for the Preservation of Islamic Haritage, Istanbul.
D. ORGAN-ORGAN
KHUSUS
·
Bank
Pembangunan Islam (Islamic Development Bank-IDB)
Bank ini berdiri pada tahun 1975 dan
berpusat di Jeddah, Saudi Arabia. Dibentuk dengan tujuan utama memberikan
sumbangan untuk pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial negara-negara anggota,
meningkatkan kerjasama ekonomi, membantu mendirikan lembaga keuangan dan
perbankan Islam serta mendorong usaha-usaha kemajuan minoritas Islam di
negara-negara bukan anggota.
·
Kamar
Dagang, Industri dan Komoditi Islam (Islamic
Chamber of Commerce, Industry and Commodity Exchange – ICCICE)
Kegiatan KADIN Islam antara lain
mengkoordinasikan Islamic Fair secara
teratur dan juga meneliti proyek-proyek industri patungan antar negara-negara
anggota bekerjasama dengan IDB ataupun pusat-pusat lainnya.
·
Islamic
International News Agency (IINA), Jeddah.
·
Islamic State
Broadcasting Organization (ISBO), Jeddah
·
Islamic
Shipowners Association, Jeddah.
·
Islamic
Education, Scientific and Cultural Organization, Casablanca.
BAB III
KERJASAMA
MULTILATERAL OKI
A. PERANAN
OKI
Melihat latar belakang
terbentuknya OKI, terdapat kesan bahwa organisasi ini bersifat dan bersikap lebih
melayani kepentingan Arab dan Timur Tengah.
Kesan tersebut tidak dapat dipungkiri
sepenuhnya, karena :
Pertama, salah satu persoalan dan kemelut
dunia yang menjadi perhatian masyarakat internasional terjadi di kawasan Arab
dan Timur Tengah.
Kedua, dalam OKI persoalan Timur Tengah dan
Palestina terlihat lebih menonjol karena terkait didalamnya pembicaraan dan
desakan yang bernafaskan kepentingan agama dan umat Islam seluruh dunia. Perlu
diingat bahwa hampir separuh dari negara anggota OKI adalah negara-negara Arab.
Meskipun demikian,
masalah-masalah internasional lainnya semakin mendapat perhatian yang
proporsional. Dalam masalah politik, OKI memberi perhatian dalam konflik India
– Pakistan, masalah Afrika Selatan, Philipina Selatan, Afghanistan, dll.
Dalam bidang ekonomi telah dikumpulkan
"Dana Konsolidasi Program Pembangunan Dunia Islam". Hal ini untuk menunjang progaram-program
pembangunan negara anggota OKI.
Pengumpulan
dana tersebut telah melahirkan "Rencana Aksi untuk memperkuat kerjasama
ekonomi diantara negara-negara anggota OKI".
Selain itu, dalam pengembangan sosial –
budaya, OKI telah membentuk banyak Badan-Badan Subsider seperti misalnya yang
menangani masalah pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum,
kebudayaan, yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan khusus PBB. Diantara badan-badan subsider ini antara lain
adalah : Komisi Internasional Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani
masalah-masalah yang menyangkut pemeliharaan hasil-hasil budaya Islam yang ada
di negara-negara Islam; Akademi Fikih Islam yang bertujuan mempelajari
masalah-masalah yang menyangkut kehidupan
"ijtihad" yang berasal
dari tradisi Islam; Komisi Hukum Islam Internasional guna menyumbangkan
kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta kodifikasinya; dll.
B. KEANGGOTAAN
INDONESIA DIDALAM OKI
1. Peranan Indonesia
Sesuai dengan Artikel VIII
Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa organisasi terdiri dari
negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang diadakan di Rabat dan
KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta yang menandatangani
Piagam.
Kriteria yang dirancang oleh
Panitia Persiapan KTT I adalah bahwa
"Negara Islam" adalah negara yang konstitusional Islam atau mayoritas
penduduknya Islam. Semua negara muslim
dapat bergabung dalam OKI.
Keanggotaan Indonesia di dalam
OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama, kedudukan Indonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri
maupun di dalam negeri. Indonesia menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia
bukanlah negara Islam secara konstitusional dan tidak dapat turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut sejak awal dan
juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI.
Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak
dan kewajiban Indonesia sama seperti negara-negara anggota lainnya.
Sebagai negara yang berfalsafah
Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam,
maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha untuk meningkatkan derajat,
status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran umat Islam seperti yang menjadi tujuan Konferensi,
terutama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan dalam
segala bidang yang merupakan program utama Pemerintah Indonesia.
Selain untuk memperoleh manfaat
langsung bagi kepentingan nasional Indonesia, keikutsertaan Indonesia
diharapkan dapat menggalang dukungan bagi kepentingan Indonesia di forum-forum
internasional lainnya, baik yang menyangkut
bidang politik maupun bidang ekonomi dan sosial budaya.
Tujuan-tujuan dan
prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat yang sejalan
dengan prinsip Bandung dan Non Blok,
khususnya dalam rangka pengembangan solidaritas dan tekad menghapuskan segala
bentuk kolonialisme serta sikap tidak campur tangan di dalam urusan dalam
negeri masing-masing negara anggota.
Peranan Indonesia selama ini
dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif dan konstruktif. Hal
ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak pertentangan kepentingan antara
kelompok-kelompok "progresif revolusioner" dengan kelompok "konservatif/moderat" dapat
dijembatani oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh sikap tidak
memihak RI terhadap sengketa regional Arab.
Sebagai peserta, Indonesia telah
berperan secara aktif dalam OKI, baik
dalam kegiatannya maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini
dalam rangka meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk
membina kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya
yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan nasional Indonesia
di segala bidang.
2. Alasan masuknya Indonesia di dalam OKI
Pada KTT III tahun 1972 di
Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi anggota OKI dan turut
menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia
termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan didalam
pertemuan-pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI sejak
tahun 1969.
Bagi Indonesia keterlibatannya
didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam rangka pengembangan ekonomi/
perdagangan diantara sesama negara-negara OKI terutama dalam kaitannya dengan
kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, khususnya dalam
peningkatan ekspor non migas.
Beberapa alasan masuknya
Indonesia di dalam OKI, antara lain :
Secara
obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan
nasional Indonesia.
Indonesia
merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam meskipun secara
konstitusional tidak merupakan negara Islam.
Dari
segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya merupakan jumlah
penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
Indonesia
menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga dapat diterapkan dalam
organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak menyimpang dari
kepentingan nasional Indonesia. Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan
Indonesia, yaitu sama-sama memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan
kemanusiaan yang adil dan beradab, disamping kepentingan dalam bidang
perekonomian dan perdagangan.
3. Kepentingan Indonesia didalam OKI
Menyangkut
masalah politis dimana Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berpijak
pada politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Sebagai
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut menggalang solidaritas
Islamiyah.
Menarik
manfaat bagi kepentingan pembangunan
Indonesia, khususnya dalam kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara
anggota OKI.
4. Perdagangan Indonesia dengan Negara
Anggota OKI.
Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara anggota OKI masih relative
kecil. Pada tahun 2002 total nilai ekspor non migas sebesar US$ 45,046.07 juta
hanya US$ 5,323.38 juta atau 11,82% yang merupakan ekspor ke Negara OKI.
Sedangkan pada tahun yang sama impor Indonesia dari Negara OKI sebesar
US$1,355.12 juta yang berarti surplus sebesar US$ 3,968.26 juta.
Sampai
dengan bulan Oktober 2003 total nilai ekspor non migas Indonesia sebesar US$ 39,442.53 juta, dan untuk ekspor non migas ke Negara OKI hanya
sebesar US$ 4,697.22 juta.
Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu maka terjadi
peningkatan sebesar 4,26%.
*) Tahun 2003 s.d bulan
Agustus
Impor
Indonesia dari Negara OKI selama periode Januari – Oktober 2003 sebesar US$ 1,185.03 juta atau meningkat
8,8% dibandingkan periode yang sama tahun 2002.
Dibandingkan
dengan total ekspor non migas Indonesia tahun 2003 (s/d bulan Oktober) sebesar
US$ 39,442.53 juta, maka ekspor ke Negara-negara OKI relative kecil. Kecilnya volume perdagangan diantara Negara
OKI antara lain disebabkan Negara-negara tersebut kurang memperoleh informasi
mengenai potensi sesama Negara anggota OKI. Selain itu, tidak semua anggota OKI
mempunyai kemampuan daya beli tunai, jadi ketika mereka terlibat dalam
transaksi perdagangan, mereka tidak mempunyai posisi tawar yang baik dan tidak
punya kesempatan memberi jangka waktu tenggang pembayaran. Di lain pihak, pihak
ketiga akan dengan mudah memperoleh modal dan membeli secara tunai dari Negara
OKI sebagai produsen kemudian menjual kembali kepada Negara OKI lain dengan
harga yang tinggi.
Oleh
karenanya, perlu peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Negara-negara
OKI sebagai optimalisasi pelaksanaan Joint Economic Commission serta
peningkatan kerjasama multilateral dengan meningkatkan keikutsertaan pemerintah
pada lembaga-lembaga lainnya.
Dalam rangka
mempromosikan potensi yang dimiliki, Indonesia melalui Badan Pengembangan
Ekspor Nasional, Depperindag telah menyelenggarakan berbagai pameran di luar
negeri antara lain di Sharjah pada bulan September 2003 dan di Libya pada bulan
November 2003.
*) Tahun 2003 s/d
bulan Agustus
BAB IV
KTT OKI X
DAN SIDANG KE-19 COMCEC
A. KTT
OKI X, MALAYSIA
KTT X OKI telah berlangsung pada tanggal 16-17 Oktober 2003 di Kuala
Lumpur, Malaysia. KTT tersebut merupakan yang pertama kalinya dilangsungkan di
Negara Asia Tenggara. Sebelum ini, pertemuan di Asia pernah diselenggarakan di
Lahore, Pakistan pada tahun1974.
Hal-hal
penting yang dibahas dalam KTT tersebut antara lain masalah serangan AS ke Irak, pendudukan
Israel atas wilayah Palestina serta serangan Israel terhadap Suriah.
Dalam masalah
serangan AS ke Irak, meskipun menolak pengiriman pasukan dibawah payung OKI,
Negara-negara anggota OKI menuntut “pengusiran semua pasukan asing dari Irak”.
Tuntutan tersebut dikemukakan oleh Sekretaris JEnderal OKI Abdelouahed
Belkeziz.
Resolusi yang
terkait dengan isu Palestina mendapat dukungan luas dari segenap anggota OKI.
Para Pemimpin OKI, termasuk Presiden RI, memberi dukungan bagi penyelesaian
Palestina secara damai dibawah koordinasi badan internasional yang didukung
secara internasional.
Secara umum
KTT X OKI berlangsung sukses dan menghasilkan suatu kesepakatan yang tertuang
dalam “Deklarasi Putrajaya”. Deklarasi tersebut berisi tujuh butir kesepakatan
yang akan memberikan kontribusi nilai lebih terhadap pembangunan masyarakat
muslim.
Ketujuh butir “Kesepakatan Putrajaya” tersebut
adalah :
·
Ilmu pengetahuan dan moralitas;
·
Persatuan dan kejayaan;
·
Revitalisasi OKI;
·
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
·
Pengembangan teknologi informasi dan telekomunikasi
untuk pengembangan umat;
·
Meningkatkan kerjasama ekonomi;
·
Meningkatkan perdagangan antara sesama Negara
anggota.
“Deklarasi
Putrajaya” juga dilengkapi dengan plan of action yang akan menjadi acuan
bagi pelaksanaan deklarasi tersebut. Di bidang pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi misalnya, Negara anggota OKI akan melakukan konferensi rutin para
ilmuan muslim dan menunjang aktivitas mereka dengan membentuk yayasan khusus
OKI.
Sementara itu,
di bidang perbankan, OKI sedang mempertimbangkan usulan system perdagangan yang
didasarkan pada satu mata uang emas (the Gold-based Trade Payment
Arrangements – GTPA).
B. SIDANG KE-19 KOMITE TETAP KERJASAMA EKONOMI DAN
PERDAGANGAN ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (COMCEC)
Komisi
Tetap Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan OKI (The Standing Committee for
Economic and Trade Cooperation / COMCEC OIC) merupakan salah satu
komisi khusus dalam struktur OKI yang
menangani masalah ekonomi dan perdagangan. Komisi ini berfungsi menindaklanjuti pelaksanaan
resolusi yang disepakati pada Konferensi Islam dalam bidang ekonomi dan
perdagangan; meneliti semua kemungkinan sarana untuk memperkuat kerjasama di
bidang tersebut serta menetapkan program dan usulan di masa depan guna
meningkatkan kemampuan Negara-negara anggota di bidang ekonomi dan perdagangan.
Terbentuknya
Komisi tersebut bermula pada tahun 1977 negara OKI sepakat menandatangani “General
Agreement for Economic, Technical and Commercial Cooperation among Member
States”. Pada Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) III tahun 1981 telah disetujui peluncuran “Rencana Aksi untuk
memperkuat kerjasama ekonomi dan perdagangan diantara Negara-negra anggota
OKI”. Dan akhirnya pada “The Third Islamic Summit” yang diselenggarakan pada Januari 1981 di
Mekkah, telah diadopsi Resolusi No. 13/3-P(IS) mengenai didirikannya Komisi
tersebut.
Tujuan
pendirian COMCEC sesuai dengan Resolusi No. 13/03-P(IS) adalah :
Untuk mengkoordinasikan dan menindaklanjuti
pelaksanaan resolusi yang dihasilkan oleh konferensi-konferensi OKI yang
berkaitan dengan masalah ekonomi dan perdagangan, khususnya ketentuan-ketentuan
dan rekomendasi-rekomendasi yang berhubungan dengan rencana aksi.
Untuk mengkaji
seluruh cara-cara yang mungkin untuk memperkuat kerjasama di bidang ekonomi dan
perdagangan antar Negara-negara OKI.
Mempersiapkan program-program dan menyampaikan
usulan-usulan yang dibuat untuk meningkatkan kemampuan Negara-negara anggota
OKI di bidang ekonomi dan perdagangan.
Sidang COMCEC
yang terakhir adalah Sidang ke-19 yang
telah diselenggarakan pada tanggal 20-23 Oktober 2003 di Istanbul, Turki.
Hasil dari
sidang tersebut adalah disahkannya dua resolusi, yaitu Resolusi mengenai
Kesepakatan Sidang ke-19 COMCEC dan Resolusi mengenai Bantuan Ekonomi kepada
Negara-negara anggota OKI termasuk Irak.
Kesepakatan Sidang ke-19 COMCEC, antara lain :
·
Mendesak Negara-negara anggota OKI supaya segera
menandatangani dan meratifikasi Trade Preferential System of the
Organisation of the Islamic Conferences (TPS-OIC) agar dapat berpartisipasi
dalam Putaran Pertama Perundingan Perdagangan dalam kerangka pelaksanaan
TPS-OIC.
·
Membentuk Komite Negosiasi Perdagangan dan
menyelenggarakan Putaran Pertama Negosiasi Perdagangan OKI di Antalya Turki,
bulan April 2004.
·
Menyambut kesediaan IDB untuk menyelenggarakan
pertemuan di Jenewa guna mengevaluasi hasil Pertemuan Tingkat Menteri ke-5 WTO
serta mempelajari upaya yang dapat dilakukan untuk merumuskan visi bersama
Negara anggota OKI dalam General council WTO tanggal 15 Desember 2003.
·
Menyambut tawaran kesediaan Negara anggota untuk
menyelenggarakan pertemuan Kelompok Ahli OKI.
·
Meminta Negara anggota untuk mendorong badan
nasionalnya yang terkait dengan skema pembayaran ekspor (EFS) agar terus
berperan aktif dengan mengadakan koordinasi dengan IDB guna meningkatkan
fasilitasi pembiayaan perdagangan.
·
Meminta badan-badan subsider OKI yang terkait dengan
ekonomi dan perdagangan agar memberikan bantuan kepada Negara anggota melalui
koordinasi dengan Kantor Koordinasi COMCEC.
·
Meminta Pemerintah Malaysia dan IDB untuk melaporkan
hasil pengoperasioan proyek electronic banking OIC-Network.
·
Mengadakan lokakarya mengenai Fasilitasi Perdagangan
dan Transportasi Negara-negara OKI di Pakistan 2004.
·
Menghimbau Negara-negara anggota agar berpartisipasi
dalam lokakarya, seminar, pameran maupun setiap forum yang diadakan oleh
anggota.
·
Menyepakati Sidang ke-20 COMCEC diselenggarakan
tanggal 23-26 Nopember 2004 dan Sidang Komite Tindak Lanjut COMCEC tanggal
11-13 Mei 2004 di Istanbul.
Sidang yang
dihadiri oleh wakil dari 43 negara dan wakil dari badan subsider dan afiliasi
OKI ini berlangsung dengan sukses. Secara khusus sidang mendesak agar Negara
anggota yang belum meratifikasi TPS-OIC agar segera meratifikasi.
Desakan tersebut sejalan dengan akan
diselenggarakannya Putaran Pertama Negosiasi Perdagangan OKI di Antalya, Turki
pada bulan April 2004. Negara-negara yang sudah meratifikasi dapat mengikuti
perundingan tersebut sedangkan yang belum hanya boleh menjadi peninjau (observer).
Saat
ini telah ada Agreement on Trade Preferential System of the Organization of
the Islamic Conferences. Dari 57 negara anggota OKI tercatat 23 negara
telah menandatangani Perjanjian TPS-OIC dan 12 diantaranya sudah meratifikasi.
Indonesia merupakan Negara pertama yang sudah menandatangani Statuta TPS-OIC
yaitu pada tanggal 4 February 1992 namun sampai saat ini belum melakukan
ratifikasi.
PENUTUP
Kerjasama
antara Negara-negara OKI yang selama ini telah terjalin perlu lebih dipererat.
Hal ini perlu ditegaskan mengingat persepsi sebagian kalangan barat yang
mengidentikkan citra islam dengan kekerasan dan terorisme. Persepsi tersebut
harus dihilangkan. Oleh sebab itu berbagai kalangan berharap agar diantara
sesama Negara anggota OKI terdapat solidaritas yang tinggi dalam menyikapi
berbagai permasalahan yang terjadi dan menimpa Negara-negara OKI khususnya dunia
Islam.
Dalam bidang
ekonomi dan perdagangan telah ditandatangani Agreement on Trade Preferential
System of the Organization of the Islamic Conferences (TPS-OIC). Meskipin
termasuk Negara yang pertama kali menandatangani Agreement tersebut, tetapi
sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi TPS-OIC dimaksud. Pada Putaran
Pertama Perundingan TPS-OIC yang diselenggarakan pada bulan April 2004 di
Turki, Indonesia hanya sebagai peninjau dan diharapkan segera dapat
meratifikasi agreement TPS-OIC. Untuk itu Indonesia perlu secara serius
mempertimbangkan kemungkinan ratifikasi perjanjian tersebut dalam waktu dekat.
Perdagangan
Indonesia dengan Negara-negara OKI sampai dengan tahun 2003 masih relative
kecil padahal OKI merupakan salah satu pasar potensial untuk produk-produk
Indonesia. Berbagai usaha perlu dilaksanakan dalam rangka mempromosikan produk
Indonesia di Negara-negara OKI diantaranya dengan mengadakan pameran sebagai
tindak lanjut pameran di Sharjah dan Libya. Disamping itu upaya-upaya
peningkatan perdagangan perlu dilaksanakan secara optimal melalui fora multilateral.
lampiran negara negara OKI nya mana?
BalasHapus